Selasa, 27 Maret 2012

Januari

Pernah iri dengan kehidupan orang lain yang sepintas kita anggap sempurna?
Ingin terlahir dari keluarga hebat dan terpandang, punya paras cantik, harta melimpah, banyak teman, pacar keren. Hmmm... Ya, semua orang mungkin memimpikannya. Tapi tanpa kita sadari, siapapun itu di dunia pasti pernah mengalami konflik dan masalah dalam hidupnya. Pernah berpikiran tentang hidup tanpa masalah? Ya Tuhan, itu pasti sangat datar dan membosankan. Masalah - masalah dalam hidup itulah yang mendewasakan kita dan harus diakui memberi 'warna' dalam kehidupan :).


Saya suka tersenyum dan tertawa, yang menunjukkan suasana hati yang baik, tenang, senang, dan tanpa beban. Namun tak jarang saya bermuram dan menangis. Beberapa hal dapat membuat saya sedih dan mengeluarkan air mata. Tapi memang beginilah hidup, seperti koin, selalu punya sisi yang berlawanan.


Januari
Awal tahun 2012 merupakan salah satu saat yang paling membuat saya bahagia. Tanggal 4 Januari 2012 saya resmi berpacaran dengan seorang pria. Kami dekat cukup lama, sekitar 2 bulanan, namun saya baru memantapkan diri menjadi pacarnya pada tanggal tersebut. Awal dekat dengannya saya cenderung tertutup, saya masih belum bisa membuka hati sepenuhnya pada dia. Namun pribadinya yang baik, lucu dan pintar mampu meruntuhkan 'benteng' saya. Dia sempat beberapa kali menyatakan perasaannya, tapi ntah kenapa selalu saya pending. Alasan yang saya berikan kepadanya adalah karena saya belum siap dan menunggu waktu yang tepat. Dia tak lantas menyerah. Usahanya mendekati saya, keluarga dan teman - teman saya akhirnya mampu meyakinkan saya bahwa dia pria yang tepat untuk saya, dan saya benar - benar jatuh cinta kepadanya.


Hubungan kami berjalan lancar, tanpa masalah berarti hingga tiba - tiba dia membuat keputusan untuk mengakhiri hubungan. Hubungan kami baru berjalan 3 minggu pada waktu itu. Bisa dibayangkan betapa kagetnya saya? Dia beralasan bahwa dia ingin fokus terhadap masalah - masalah yang sedang ia hadapi. Saat itu saya ingin sekali mendampingi, mendukung, dan selalu ada di sampingnya. Namun kenyataannya, dia tidak butuh itu, dia hanya butuh dirinya sendiri. Mungkin kehadiran saya akan mengganggu konsentrasinya hingga akhirnya saya menyutujui keputusannya. Selama seminggu saya tidak bisa berhenti menangis, tidak selera makan, dan hampir sebulan tidak bisa tidur nyenyak, selalu terbangun tengah malam atau mimpi buruk. Sesekali saya terisak sambil teriak. Ya, saya depresi. 


Saya masih menginginkannya kembali. Setelah putus saya sempat mengunjunginya ke rumah, saat itu dia sedang kurang enak badan. Pada awalnya dia bersikap dingin pada saya, saya pun tetap bersabar duduk di dekatnya, sambil nonton Sherlock Holmes, film kesukaannya, sedangkan dia sibuk dengan blackberry di tangannya. Saya tidak tahu harus berbuat apa dan hanya bisa duduk diam sambil sesekali memandang ke arahnya. Tiba - tiba dia meletakkan bbnya, dan bergeser rapat kepada saya. Dia mengatakan sesuatu yang menyejukkan. Dia bilang "tunggu aku yaa" sambil memeluk tubuh saya, hangat sekali. Saya pun mengangguk dan memutuskan untuk menunggunya. Tapi seminggu kemudian, saya kembali terkejut saat saya menelfonnya dan dia mengatakan agar saya jangan lagi menunggunya karena kami tidak akan pernah mungkin bersama lagi. Dikatakannya bahwa masalah yang ia hadapi begitu pelik hingga dia tidak mungkin dapat menjalani hubungan dengan siapapun. Rasanya seperti langit runtuh dan menimpa saya. Sedih, sakit, tapi saya terima. Saya pun tak lupa untuk selalu mendokannya, namanya tak pernah absen dalam tiap doa saya selesai solat. 


Tapi sekarang, saya sedang berusaha melepaskan diri dari segala sesuatu tentangnya sejak saya tahu bahwa ternyata dia malah kembali dengan mantannya yang lain sebelum saya. Ntah karena dia lupa apa yang pernah diucapkannya atau karena dia memang sengaja mencari alasan putus dengan saya, saya tidak tahu. Yang jelas saat ini saya sudah bisa bangkit. Tidak ada lagi air mata yang jatuh, saya bisa tidur nyenyak, makan enak, dan pikiran tenang tanpa harus memikirkan dan mencemaskannya lagi. Saya sudah terbiasa menjalani hidup saya tanpanya, toh sebelumnya memang beginilah keadaannya. Saya beruntung memiliki orangtua, teman - teman, dan saudara yang selalu ada menemani saya, menghibur serta memberikan nasihat maupun pelajaran - pelajaran yang sangat berarti buat saya untuk dapat keluar dari kesedihan. Saya bangga pada mereka karena mereka memang benar - benar menyemangati dan membangkitkan saya tanpa menjatuhkan mantan saya.


Saya tidak pernah menyesali apapun. Semua yang terjadi saya jadikan pelajaran, karena ini merupakan pengalaman hidup. Yang terpenting adalah di akhir masalah, saya bisa tersenyum dan menjadi manusia yang lebih dewasa.


Terimakasih Januari, MA :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar